
Pilih Tukang Harian atau Borongan?
08/05/2023
Jenis Renovasi Rumah Tinggal
16/05/2023Salah satu pertanyaan yang sering muncul terkait pembangunan adalah pentingkah adanya hitam di atas putih atau surat perjanjian. Dokumen tersebut nantinya akan berguna sebagai pengikat antara pemberi kerja dengan pemborong atau pekerja. Di dalam surat perjanjian nantinya akan tertulis segala detail hak dan kewajiban konsumen dan juga kontraktor pelaksana.
Sayangnya, seringkali masyarakat mengabaikan keberadaan kontrak kerja yang memiliki peran penting dalam proses pembangunan. Akibatnya, beberapa klien sempat mengalami musibah penipuan atau mangkirnya pemborong di tengah-tengah proses pembangunan. Maka sangat disarankan untuk membuat surat kontrak yang mengikat sebelum memulai proses kerjasama dengan jasa kontraktor rumah.
Baca Juga: Daftar Universitas di Semarang dengan Prodi Arsitektur
Apa isi Surat Perjanjian Kerja (SPK)?
Dengan surat kontrak tersebut, maka semua yang tertulis akan dilindungi hukum yang mengikat dan siapapun pihak yang melanggar dapat dikenai sanksi hukum. Berikut adalah beberapa hal yang harus ada di dalam surat perjanjian kerja:
- Identitas kedua belah pihak yang bekerja sama dan tertulis dengan jelas dan rinci. Sangat penting karena dokumen ini mengikat secara hukum. Jadi, pastikan nama dan alamat telah sesuai KTP (bila perorangan) atau Akta Perusahaan/Yayasan (bila berbadan hukum).
- Uraian terkait rumusan pekerjaan termasuk lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan waktu pelaksanaan. Pemakai jasa bisa menagih pemberi jasa bila nantinya ada pekerjaan yang belum dikerjakan. Demikian pula, pemberi jasa bisa menolak permintaan owner untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak termasuk / tertulis di dalam Surat Perjanjian Kerja ini.
- Masa pertanggungjawaban atau pemeliharaan. Berisi rincian terkait garansi atau pertanggungjawaban atas garansi yang ada.
- Jumlah, kualifikasi, dan klasifikasi tenaga ahli konstruksi apabila ada dan dilibatkan. Misalnya jika melibatkan tenaga kerja selain tukang, seperti arsitek untuk pengawasan, tenaga struktur, dan sebagainya.
- Hak dan kewajiban setiap pihak selama proses pembangunan. Perjanjian harus menuliskan secara rinci terkait apa yang harus dilakukan dan akan didapatkan oleh kedua belah pihak selama masa kerja sama.
- Cara dan teknis pembayaran. Berisi tata cara pembayaran pekerjaan sesuai dengan termin yang disepakati. Termasuk rekening penerima dan juga nominal yang harus dibayarkan.
- Cidera janji atau pertanggung jawaban jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan kesepakatan.
- Penyelesaian perselisihan. Berisi tentang bagaimana kedua belah pihak akan menyelesaikan permasalahan apabila terjadi perselisihan selama proses pembangunan.
- Pemutusan kontrak kerja pembangunan. Memaparkan hal-hal yang dapat menjadi alasan pemutusan kontrak kerja termasuk bagaimana keduanya akan menyelesaikan pemutusan kerja. Misalnya dengan atau tanpa kompensasi.
- Keadaan memaksa (force majeur). Meliputi hal-hal yang sekiranya di luar kendali manusia seperti bencana maupun musibah tertentu.
- Kegagalan bangunan. Konsekuensi apabila terjadi kegagalan pembangunan yang disebabkan oleh baik hal internal maupun eksternal.
Baca Juga: Rumah Minimalis Modern Dua Fasade – Lilih House
Apa yang terjadi jika tanpa SPK?
Apabila surat perjanjian kerja tidak ada, maka segala hal yang terjadi selama proses pembangunan tidak memiliki dasar hukum yang mengikat. Artinya, apabila ada pelanggaran tertentu maka tidak dapat memperoleh sanksi atau hukuman secara jelas dan tegas. Selain itu, biaya pembangunan juga akan turut terpengaruh karena tidak ada pembagian dan rincian yang jelas. Hal ini tentu akan merugikan konsumen karena bisa jadi harus merogoh kocek lebih dalam untuk menutupi kekurangan sebagai akibat kelalaian pemborong.
Maka dari itu, pastikan untuk memilih kontraktor yang tepat ya. Termasuk kontraktor yang bersedia memberikan Surat Perjanjian Kerja kepada konsumen. Dengan begitu, konsumen akan lebih tenang selama proses pembangunan.
Sumber: